Sunday, 6 May 2012

Paradigma Keyakinan Muslim

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarokatuh


A. MAKNA TAUHID
Kata “tauhid” dalam bahasa Arab merupakan bentuk masdar (kata dasar) dari kata : wahhada-yuwahhidu-tauhid yang berarti meng-esa-kan/mengakui ke-esa-an. Dalam perkembangan bahasa Arab kata tauhid diartikan sebagai sesuatu yang berbeda dari segalanya. 
Kata “tauhid” termasuk dalam kategori af’al qalbi (kerja hati), yaitu: mengakui ke-Esa-an Allah dalam penciptaan, kekuasaan, dan kepemilikan (rububiyah), juga dalam penyembahan, permintaan dan harapan (uluhiyyah), asma’ (nama) dan sifat. 
Dalam perkembangan terakhir kata “tauhid” dipergunakan untuk menyebut satu bidang ilmu yang mampu dipergunakan untuk menetapkan keyakinan-keyakinan agama dengan dalil-dalil yang qath’iy (pasti). 

B. TAUHID, FENOMENA ALAM RAYA
Tauhid yang berarti mengakui ke-Esa-an Allah dalam penciptaan pemeliharaan dan pengabdian sangat jelas terbukti dalam kehidupan alam raya ini. Sikap tauhid itu ditunjukkan oleh alam raya dalam kepatuhannya menjalankan sunnatullah (ketentuan Allah ) dengan konsisten dan komitmen, tidak ada intervensi sunnah lain bagi mereka. 
Lihatlah matahari, bulan, bintang, hewan dan tumbuhan. Mereka semua bergerak dalam sunnatullah yang tidak pernah berubah. Firman Allah yang artinya: 
"Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemuipenyimpangan bagi sunnah Allah itu." (QS. 35/Fathir: 43)
Makhluk-makhluk itu tidak mengenal pencipta dan pengatur lain selain Allah, sehingga mereka terus bertasbih mensucikan Allah, Firman Allah yang artinya: 
"Tidakkah kamu tahu bahwasannya Allah; kepada-Nya bertasbih apa yang ada di langit dan di bumi dan juga burung-burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah engetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan." (QS. 24/An Nur: 41)
Manusia tidaklah satu-satunya makhluk di alam ini. Di sekitarnya, kiri kanannya, atas bawahnya, sejauh mata memandang, atau ke manapun ia membayangkan, di sana ada makhluk Allah yang lain, dengan karakter, bentuk, dan warna yang berbeda. Akan tetapi semuanya bersatu dalam menghadap Allah, bertasbih memuji Allah. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui tentang apa yang mereka kerjakan. 
Demikianlah burung yang terbang dengan mengembangkan sayapnya di angkasa lepas, tetap bertasbih memuji Allah. Masing-masing telah mengetahui cara sembahyang dan tasbihnya. Dan manusialah yang sering kali lupa bertasbih kepada Tuhannya. Padahal manusialah makhluk Allah yang paling layak beriman, bertasbih, dan sembahyang. 
Seluruh alam yang tampak nyata ini khusyu’ dalam menghadap Penciptanya, bertasbih memuji-Nya, berdiri menyembah-Nya. Demikianlah fitrah alam semesta, patuh kepada kehendak Penciptanya. Hal ini tercermin dalam siklusnya. 
Dan ketika manusia dapat berperan secara maksimal dalam kepatuhan dan kekhusyukan menghadap Allah, maka ia akan dapat menemukan kebersamaan dengan makhluk lain di alam ini dalam bertasbih. 
Rasulullah SAW mampu mendengarkan tasbih bebatuan ketika sedang berjalan. Rintihan batang pohon kurma, yang pernah dipakai sebagai mimbar di masjidnya. [Al Jazairi, Abu Bakar Jabir, Aqidatul-Mu’min, (Beirut:. Dar El Fikr, T. th) h. 236-237] Nabi Daud AS ketika tilawah karena keindahan suranya membuat gunung-gunung termangu, dan burung-burung terbang diam menunggu.[Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an Al Adhim, op cit, Jilid III, h. 252]

a. Fenomena Awan dan Hujan

Awan dan hujan adalah fenomena alam yang kurang mendapat perhatian, padahal sangat indah untuk direnungkan, banyak memberi pelajaran, obyek observasi dan bukti pancaran nur Ilahi, kebenaran dan keimanan. Firman Allah yang artinya: 
"Tidakkah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian) nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan ke luar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan." (QS. 24/An Nur:43)
Allah terangkan fenomena awan dengan perlahan-lahan dalam tahapan yang memberikan peluang perenungan pada setiap tahapan terjadinya hujan. Proses yang detail itu agar mampu menyentuh jiwa dan menyadarkannya, merenungkan tadbir (rekayasa) Allah yang ada di balik semua fenomena. 
Hanya Allah yang menggiring awan dari satu tempat ke tempat lainnya, menyebar dan mengumpulkannya. Ketika sudah tebal tersusun dari sekian banyak lapisan barulah keluar air, dan turunlah hujan lebat. Awan yang menggumpal bagaikan gunung-gunung besar di atas angkasa. Dan dalam awan itu terdapat pula kristal-kristal salju. 
Menyaksikan fenomena awan bagaikan gunung sangat jelas nyata bagi orang yang berada di atas pesawat terbang. Pesawat itu terbang di atas gumpalan-gumpalan awan, menembus atau menerobos di sela-selanya. Fenomenanya menjadi gunung sungguhan bukan seperti gunung. Al Qur’an menceriterakan awan dengan penggambaran hakiki yang dapat dibuktikan dengan mata kepala. 
Gunung-gunung di atas angkasa itu hanya patuh kepada Allah SWT. Ia akan berarak sesuai dengan arah yang Allah kehendaki, dan menghidar dari yang arah yang Allah tidak kehendaki. Dengan awan dan hujan Allah merahmati manusia dan dengan awan dan hujan itu pula Allah pernah menurunkan azab-Nya. 
Fenomena awan ini, Allah lengkapi dengan kilau kilat, yang semakin menambah indah suasana. Perpaduan antara cahaya besar yang memenuhi alam dengan kilau kilat yang membelah awan.

Waalaikumussalam warahmatullah wabarokatuh


to be continue :))

Bagikan

Jangan lewatkan

Paradigma Keyakinan Muslim
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.

Untuk menyisipkan kode pendek, gunakan <i rel="code"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan kode panjang, gunakan <i rel="pre"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan gambar, gunakan <i rel="image"> ... URL GAMBAR ... </i>