Wednesday, 16 November 2016

Alasan tidak boleh melukis wajah Rasulullah



SEORANG muslim tentunya sudah tahu bahwa hukum dari melukis wajah nabi adalah haram. Tapi banyak di antara kita yang belum mengetahui alasannya. Nah, berikut ini alasan mengapa wajah nabi Muhammad tidak boleh dilukis.

Saat Nabi Muhammad SAW hidup, tidak ada seorang pun yang pernah melukis wajahnya, dan juga kamera foto belum lagi ditemukan.

Jadi itulah sebenarnya duduk masalahnya. Dan dengan masalah itu sebenarnya kita harus bangga. Sebab keharaman menggambar wajah nabi SAW justru merupakan bukti otentik betapa Islam sangat menjaga ashalah (originalitas) sumber ajarannya.

Larangan melukis Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam terkait dengan keharusan menjaga kemurnian ‘aqidah kaum muslimin. Sebagaimana sejarah permulaan timbulnya paganisme atau penyembahan kepada berhala adalah dibuatnya lukisan orang-orang sholih, yaitu Wadd, Suwa’, Yaguts, Ya’uq dan Nasr oleh kaum Nabi Nuh ‘alaihis salam. Memang pada awal kejadian, lukisan tersebut hanya sekadar digunakan untuk mengenang keshalihan mereka dan belum disembah.

Tetapi setelah generasi ini musnah, muncul generasi berikutnya yang tidak mengerti tentang maksud dari generasi sebelumnya membuat gambar-gambar tersebut, kemudian syetan menggoda mereka agar menyembah gambar-gambar dan patung-patung orang sholih tersebut.Melukis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dilarang karena bisa membuka pintu paganisme atau berhalaisme baru, padahal Islam adalah agama yang paling anti dengan berhala.


“Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata : Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit, sebagian isteri beliau menyebut-nyebut sebuah gereja yang mereka lihat di negeri Habasyah yang disebut dengan Maria. Ummu Salamah dan Ummu Habibah radhiyallahu‘anhuma pernah mendatangi negeri Habasyah, mereka menyebutkan tentang kebagusannya dan gambar-gambar yang ada di dalamnya.

Maka beliau pun mengangkat kepalanya, lalu bersabda, 

“Itulah orang-orang yang bila ada orang shalih di antara mereka yang mati, mereka membangun masjid di atas kuburannya kemudian membuat gambar-gambarnya. Itulah sejelek-jelek makhluk di sisi Allah,” (HR. Ahmad dan Al-Bukhari).



Demikian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencela kelakuan orang-orang ahli kitab yang mengkultuskan orang-orang shalih mereka dengan membuat gambar-gambarnya agar dikagumi lalu dipuja. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menyerupai mereka.

“Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka,” (HR. Abu Dawud).

Dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Janganlah kalian menyanjungku berlebihan sebagaimana orang-orang Nashrani menyanjung Putera Maryam, karena aku hanya hamba-Nya dan Rasul utusan-Nya,” (HR. Ahmad dan Al-Bukhori).

Itulah sebab utama kenapa Umat Islam bersikeras melarang melukis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu dalam rangka menjaga kemurnian ‘aqidah,  tauhid. Masih banyak sebab yang lainnya dari larangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antaranya penggambaran diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan membuka peluang untuk perbuatan penistaan terhadap pribadi beliau.

Sebagaimana seseorang yang benci kepada orang lain, namun karena tidak mampu melampiaskan kebenciannya secara langsung, mereka lantas membuat serentetan penistaan terhadap gambar atau foto orang yang dia benci. Apakah akan dia ludahi atau dia injak-injak atau dia sobek-sobek atau dia bakar atau dibikin karikatur yang bernuansa pelecahan, dan sebagainya.Dengan tidak dilukisnya gambar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak mungkin seseorang yang kafir atau fasiq mampu membuat gambaran wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena hanya orang-orang yang benar imannya saja yang bisa melihat beliau:

“Barangsiapa melihatku di dalam mimpinya, sesungguhnya dia benar-benar melihatku, karena syetan tidak mungkin menyerupai bentukku,” (HR.Ahmad, Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud Ibnu Majah dan Ahmad)



Dalam salah satu riwayat Al-Bukhari ada tambahan, “Dan mimpi seorang mu’min adalah seperempat puluh enam bagian dari kenabian.”Bila demikian keadaannya maka tidak mungkin seorang fasiq apalagi kafir bisa tahu wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Andai mereka bermimpi suatu sosok manusia yang mengaku-aku sebagai Nabi Muhammad saw maka dapat dipastikan bahwa sosok itu adalah syetan.

Karena meski tidak mungkin menyerupai bentuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi syetan bisa saja mengaku-aku sebagai Rasulullah. Lalu bagaimana kita mengetahui kalau sosok yang mengaku Rasulullah di dalam mimpi kita adalah benar-benar asli Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Caranya adalah dengan dicocokkan dengan hadits-hadits syamail yang shahih. Yaitu hadits-hadits yang bertutur tentang ciri-ciri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ada pun karikatur yang digambar oleh orang-orang kafir dan mu-nafiq adalah kebohongan, karena bagaimana mungkin mereka bisa menggambar wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan untuk melihatnya saja mereka tidak mungkin bisa.

Maka yakinlah bahwa apa yang mereka lukis dan apa yang mereka bikin karikaturnya pasti bukan Rasulullah SAW. Keharaman untuk menggambar nabi Muhammad SAW dan juga nabi-nabi yang lain, oleh para ulama ditetapkan berdasarkan kemustahilan untuk memastikan bahwa gambar itu benar-benar yang sebenarnya. Mengingat tidak ada satu orang pun orang di dunia ini yang tahu wajah para nabi. Karena tidak satu pun yang saat para nabi itu hidup yang hingga sekarang ini masih hidup.

Semua lukisan dan gambar tentang para nabi itu 100% bukan wajah mereka. Dan menurut para ulama, kalau pun gambar-gambar itu dilukis, sama sekali bukan gambar nabi, melainkan hayal dan imajinasi pelukisnya.

Dikutip dari kabarmuslimah.com, seandainya yang digambar itu hanya orang biasa yang bukan nabi, mungkin masalahnya tidak serumit kalau yang digambar itu nabi. Menggambar atau melukis wajah seorang nabi adalah sebuah kerumitan tersendiri dari segi hukum. Mungkin anda bertanya, mengapa harus jadi rumit? Bukannah tujuan menggambar nabi itu baik, yaitu agar lebih mendekatkan kita kepada sosok nabi itu?

Ya, masalahnya menjadi rumit lantaran seorang nabi adalah pembawa risalah resmi dari Allah. Maka bukan hanya pembicaraannya saja yang jadi ukuran, tetapi semua tindak tanduk dan bahkan hingga masalah wajah dan potongan tubuhnya, adalah bagian utuh dari risalah itu.

Penggambaran wajah dan tubuh seorang nabi, sedikit banyak sangat berpengaruh kepada esensi syariat yang disampaikannya. Mengingat di kemudian hari setelah wafatnya para nabi itu, banyak orang yang berdusta tentang nabi. Baik dusta tentang perkataannya, perbuatannya, taqrirnya (sikap), termasuk berbohong tentang kondisi fisiknya.

Dan perbuatan berbohong atas apa yang apa yang dibawa oleh seorang nabi merupakan dosa yang amat serius. Ancamannya tidak tanggung-tanggung, yaitu kedudukan di dalam neraka.

“Siapa yang berbohong tentang aku secara sengaja, maka hendaklah dia menyiapkan tempatnya di neraka,” (HR Bukhari Muslim).

Dengan berdasarkan hadits ini, maka para ulama sepakat untuk mengharamkan gambar nabi Muhammad SAW, juga gambar para nabi yang lain. Mengingat tidak ada seorang pun manusia yang hidup di zaman ini yang pernah melihat wajah nabi Muhammad SAW dan juga nabi lainnya. Dari mana lukisan nabi itu didapat, kalau bukan dari hayal dan imajinasi? Hayal dan imajinasi pada hakikatnya adalah kebohongan, meski niatnya mungkin baik.

Kita bisa simpulkan bahwa haramnya menggambar wajah seorang nabi, bukan semata-mata karena ditakutkan bahwa gambar akan menghina nabi, melainkan masalah keaslian dan kejujuran gambar itu sendiri. Bahwa tidak ada kebenaran dalam gambar itu dan gambar itu bukan gambar nabi.

Sumber : Islampos
Baca selengkapnya

Friday, 11 November 2016

Ilmu; Pengertian dan Pembagian


Ilmu merupakan kata yang sering diucapkan oleh siapapun dalam konteks apapun. Kata tersebut sering digunakan oleh para ustadz saat pengajian, oleh guru saat mengajar dalam kelas, dalam buku buku ilmiah atau di pamflet-pamflet yang bertebaran. 

Ironisnya adalah kata tersebut begitu kurang dipahami dengan baik sehingga menimbulkan banyak penyalahgunaan dan disorientasi tujuan dalam mencari ilmu. Maka sebelum membahas lebih dalam tentang suatu ilmu tertentu alangkah lebih baiknya kita mengetahui dulu makna serta definisi ilmu itu sendiri.



Menurut KBBI, ilmu memiliki dua pengertian:

1. Ilmu diartikan sebagai suatu pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerapkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) tersebut, seperti ilmu hukum, illmu pendidikan, ilmu ekonomi, dan sebagainya.

2. Ilmu diartikan sebagai pengetahuan atau kepandaian tentang soal duniawi, akhirat, lahir, bathin, dan sebagainya, seperti ilmu akhirat, ilmu akhlak, ilmu bathin, ilmu sihir, dan sebagainya.
Dua pengertian tersebut jika dianalogikan dengan bahasa Inggris maka akan kita temui bahwa pengertian pertama sesuai dengan makna science sedangkan pengertian kedua sesuai dengan makna knowledge.  Artinya suatu ilmu dianggap sebagai science jika dalam perumusannya menggunakan metode – metode ilmiah pada bidang – bidang tertentu. Sedangkan suatu ilmu dianggap sebagai knowledge jika didapatkan bukan melalui metode ilmiah.

Selain makna tersebut, dalam dunia keislaman juga dikenal definis ilmu yang sedikit berbeda. Dalam Mu’jam Al-Wasith disebutkan bahwa makna ilmu adalah:
إِدْرَاكُ الشَّئِ بِحَقِيْقَتِهِ
“Memahami sesuatu sesuai dengan kesejatiannya”

Pengertian tersebut kurang lebih sesuai dengan pengertian yang diuraikan oleh Al-Imam Al-Qodhi Abu Bakr Al-Baqilani(1) yang menyampaikan bahwa ilmu adalah:
اَلْعِلْمُ مَعْرِفَةُ الْمَعْلُوْمِ عَلَى مَا هُوَ بِهِ فِي الْوَاقِعِ
“Ilmu adalah pengetahuan sesuatu yang sesuai dengan kenyataannya”

Jadi, menurut para cendekiawan Islam, ilmu didefinisikan sebagai pengetahuan terhadap sesuatu yang sesuai dengan kenyataan dan kesejatian sesuatu tersebut. Dalam definisi ini para cendekiawan Islam tidak menyaratkan adanya metode-metode ilmiah dalam pencapaian ilmu sehingga lebih mirip knowledge daripada science. Namun, sebenaranya ilmu dalam definisi ini juga mencakup definisi science karena suatu pengetahuan bisa dikatakan sebagai ilmu jika berkenaan dengan kesejatian atau kenyataannya yang tentu saja harus didapatkan melalu metode-metode ilmiah yang empiris. 

Maka jika dalam dunia keilmuan umum dikenal istilah science dan knowledge, dalam istilah keilmuan Islam dikenal istilah Al-Ilmu dan Al-Ma’rifah. Al—Ilmu  itu sendiri bersifat menyeluruh dan bisa mencakup science ataupun knowledge asalkan sesuai dengan kenyataan sedangkan al-Ma’rifah dapat diartikan sebagai pengetahuan parsial terhadap seusatu yang belum tentu sesuai dengan kenyatan.


Melihat pengertian-pengertian di atas kiat dapat menyimpulan bahwa ilmu itu memilki makna yang cukup kompleks yang dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda-beda. Oleh karena itu, pembagian ilmu itu sendiri bisa dilihat dari berbagai sudut pandang. Dari cara mendapatkannya ilmu dapat diabagi menjadi al-Ilmu ad-dhoruryy dan al-ilmu an-nazhoriyy(2). Al-ilmu ad-dhoruriyy­ adalah ilmu yang didapatkan tanpa adanya proses berpikir. Contoh pengetahuan kita mengenai rasa gula yang manis. Sedangkan al-ilmu an-nazhoriyy adalah ilmu yang didapatakan melalui proses berpikir. Seperti pengetahuan kita dalam masalah matematika atau pelajaran-pelajaran di sekolah.
Dalam perkembangannya, terdapat ketidakadilan pembagian ilmu terutama pada kurikulum-kurikulum di sekolah. Yaitu pembagian ilmu menjadi ilmu agama dan ilmu umum. 

Seolah-olah saat seorang siswa mempelajari gejala-gejala sosial dalam sosiologi, kejadian masa lampau dalam sejarah, ataupun logika dalam matematika yang dipelajarinya itu hanyalah suatu pembelajaran ilmu “dunia” yang tak ada kaitannya dengan agama. Padahal, seperti diketahui banyak ulama Islam zaman dahulu yang mempelajari bahkan menjadi peletak dasar ilmu-ilmu “umum” modern saat ini. Sebut saja Ibnu Sina dalam bidang kedokteran, Al-Khawarizmi dalam matematika, dan Ibnu Khaldun dalam ilmu sejarah.


Dari fakta tersebut kami rasa lebih adil jika pembagaian ilmu itu dilihat dari perspektif kewajiban mempelajarinya yang oleh para ulama dibagi menjadi dua, yaitu ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap muslim (fardhu ‘ain) dan ilmu yang cukup dipelajari oleh beberapa orang sebagai perwakilan atas semua umat muslim (fardhu kifayah). 

Jadi, mempelajari ilmu tauhid, ilmu fiqh pokok, dan ilmu akhlak itu wajib bagi semua muslim. Sedangkan, mempelajari ilmu-ilmu alam dan sosial itu hukumnya fardhu kifayah, artinya cukup diwakilkan oleh beberapa orang saja untuk mendalaminya, akan tetapi tentu saja mempelajarinya tetap mendapatkan pahala.


Selain itu, dalam dunia keilmuan Islam para ulama juga membagai ilmu-ilmu syariat menjadi dua, yaitu ulumul maqoshid dan ulumul wasail(3). Ulumul maqoshid adalah ilmu-ilmu yang mencakup tujuan utama semua muslim dalam beragama. Tentu saja, ilmu inilah yang masuk kepada derajat ilmu yang wajib dipelajari (fardhu ‘ain) karena terdiri dari ilmu tauhid yang mewakili iman, ilmu fiqh yang mewakili islam, dan ilmu tasawwuf yang mewakili ihsan.  

Namun, karena sumber ilmu-ilmu tersebut adalah Al-Quran dan Sunnah yang tertulis dalam bahasa arab serta kebanyakan perumusan dan pewarisannya dituliskan oleh para ulama dengan bahasa Arab maka sangat perlu bagi umat Islam untuk mempelajari ulumul wasail. Pengertian ulumul wasail sendiri adalah ilmu yang berguna sebagai perantara memahami ulumul maqoshid. Yang termasuk ke dalam kelompok ulumul wasail adalah ilmu gramatika dan sastra Arab, seperti ilmu nahwu, ilmu shorof, ilmu balaghoh, ilmu ‘arudh dan lain-lain.
  • Syarhul Kabir ‘alal Waroqot
  • Sulamul Munauroq
  • Madkhal fii tholabil ilmi.


Baca selengkapnya

Friday, 4 November 2016

5 Jenis anak iblis

iblis terkutuk, jenis dan tugas jin

IBLIS itu bapak dari segala jin. Iblis termasuk jenis mahluk gaib. Iblis memiliki sifat sombong. Ketika Allah memerintahkan para malaikat agar bersujud kepada Nabi Adam AS, semua malaikat menaatinya. Mereka semuanya bersujud kepada Nabi Adam. Bahkan ia (Iblis) menyombongkan diri. Kemudian perintah Allah agar bersujud kepada Nabi Adam AS, karena ia di ciptakan dari api, sedangkan Adam diciptakan dari tanah. Oleh karena itu, menjadi mahluk terkutuk di sisi Allah SWT.

Iblis mempunyai kerajaan yang sangat besar. Ada pemerintahan, menteri, dan kantor-kantor yang besar. Iblis juga mempunyai wakil, dan lima di antaranya termasuk yang paling berbahaya. Mereka adalah lima anak Iblis.

1. Tsabar
Tsabar bertugas mendatangi orang yang sedang mengalami kesusahan atau tertimpa musibah, seperti kematian keluarga, bencana, dan semacamnya. Kemudian dia melancarkan bisikannya dan menyatakan permusuhan kepada Allah. Dia mendorong manusia untuk berkeluh kesah dan meratap-ratap. Untuk menghindarinya, hendaknya ucapkan doa:
A’ûdzubillâhi minassyaithôni tsabarirrojīmi wajundihi waabnâ ihi (Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan, Tsabar, yang terkutuk, serta para pengikut dan anaknya).


2. Dâsim

Dâsim bertugas mencerai-beraikan ikatan pernikahan, mengobarkan rasa benci satu sama lain dalam kehidupan rumah tangga, dan mendorong seseorang untuk menyebarkan aib sehingga menyebabkan pertengkaran dan bahkan perceraian. Dâsim adalah anak kesayangan Iblis. Untuk menghadapinya, hendaknya mengucapkan doa:
A’ûdzubillâhi minassyaithôni dâsimirrojīmi wajundihi waabnâ ihi (Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan, Dâsim, yang terkutuk, serta para pengikut dan anaknya).


3. Al-A’war

Al-A’war adalah spesialis dalam urusan mempermudah terjadinya perzinaan. Dia menjadikan indah bagian bawah tubuh wanita ketika mereka keluar rumah. Dia mendorong orang untuk melakukan zina dan memperlihatkan zina sebagai sesuatu yang menyenangkan. Semua hal yang berkaitan dengan zina dan penurunan moral menjadi tugas Al-A’war dan para anak buahnya.


4. Maswath

Tugas Maswath adalah membuat kebohongan-kebohongan, baik besar ataupun kecil. Bahkan kejahatan yang dia lakukan bersama anak buahnya termasuk memperlihatkan diri dalam bentuk seseorang yang duduk dalam suatu pertemuan yang diselenggarakan oleh manusia, kemudian menyebarkan kebohongan yang pada akhirnya disebarkan pula oleh manusia.

5. Zalnabûr

Tempat kerja Zalnabûr dan para anteknya adalah pasar-pasar. Mereka mengobarkan pertengkaran, caci maki, perselisihan, dan bahkan bunuh-membunuh.

Wallâhu ‘alam.

sumber: islampos
Baca selengkapnya