Friday, 31 March 2017

Para Ibu, Jangan lupa mendoakan anak sebelum tidur malam yah !

Para Ibu, Jangan lupa mendoakan anak sebelum tidur malam yah !

PARA Ibu, mendoakan anak adalah bagian terpenting, karena keberkahan anak tergantung pada ridha dan doa kedua orang tua, termasuk Ibu.

Sudahkah kita membiasakan diri mendoakan anak-anak kita, saat sujud dalam shalat atau sebelum tidur malam misalnya?

Orangtua terutama Ibu perlu menyadari bahwa kesuksesan dan keberkahan hidup anaknya, salah satunya adalah berkat doa orangtuanya.

Jangan selalu salahkan sifat anak yang nakal, introspeksi diri apakah kita selaku orangtua memiliki andil dalam kenakalan anak? Sudahkah kita mendoakan agar sifat anak berubah menjadi baik, atau justru kita malah menyumpahinya?

Banyak kisah anak-anak nakal, dianggap terbelakang, atau dicap masa depan suram justru menjadi tokoh besar di kemudian hari disebabkan doa dan dukungan Ibu yang tidak putus-putusnya.

Tak mengherankan, karena doa orang tua pada anaknya termasuk salah satu doa yang mustajab.

“Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang tua, doa orang yang bepergian (safar) dan doa orang yang dizholim,” (HR. Abu Daud no. 1536. Syaikh Al Albani katakan bahwa hadits ini hasan).

Senantiasa doakan anak-anak kita, agar menjadi generasi gemilang di masa depan, jangan tidur malam di hari itu jika belum mendoakan anak ya,  Allah ridha pada orangtua yang meridhai anak-anaknya. []

Sumber:Ummi
Baca selengkapnya

Monday, 20 March 2017

Lelaki Saleh dan Musibah yang membawa Berkah


Ada seorang lelaki yang dikenal saleh di sebuah kampung. Dia memiliki seekor anjing, seekor keledai, dan seekor ayam jantan. Manfaat tiga ekor hewan tersebut dirasakan betul oleh segenap warga desa tersebut. Sang ayam jantan senantiasa membangunkan warga desa di waktu pagi untuk shalat. Keledai membantu mengangkut air membawa sampai perkampungan penduduk. Dan si anjing bertugas menjaga keamanan warga desa.

Hingga pada suatu hari datanglah seekor rubah memangsa si ayam jago. Warga desa pun bersedih atas tragedi ini. Tapi lelaki shaleh pemilik hewan hanya berkata, “Barangkali peristiwa ini ada sisi baiknya (‘asâ an yakûna khairan).”

Beberapa waktu kemudian datang lagi seekor serigala dan mencabik-cabik perut si keledai hingga mati. Menyaksikan hal ini penduduk desa kembali dirundung kesedihan. Namun pemuda shaleh kembali berkata, "Semoga kejadian ini mengandung kebaikan."

Tak lama dari peristiwa itu musibah juga menimpa seekor anjing yang membawa pada kematiannya. Tapi lelaki shaleh tersebut tetap berkata, "Barangkali musibah ini ada sisi baiknya".

Pascaaneka peristiwa tersebut pada suatu pagi warga desa menyaksikan orang-orang dari penduduk desa sekitar mereka ditawan oleh segerombolan penyamun. Hanya warga desa di mana lelaki saleh itu bermukim yang selamat tidak ditangkap.

Kenapa mereka ditangkap? Sebuah kabar menyebutkan, kerena terdengar dari desa tetangga itu suara anjing, keledai, dan ayam jago.

Begitulah keselamatan warga desa di atas disebabkan matinya hewan-hewan itu sebagaimana ketentuan yang telah ditakdirkan Allah subhanahu wata‘ala. Terkadang, apa yang kita sedihkan memuat sisi baik lain yang belum kita ketahui. 

Jadi barangsiapa mengetahui rahasia tersembunyi di balik halusnya takdir Allah, maka ia akan bisa ridho/rela dengan tindakan-Nya dalam keadaan apa pun. (M. Haromain)
Baca selengkapnya

Friday, 17 March 2017

Bepersangka baik dalam Bermedia Sosial


Bepersangka baik dalam Bermedia Sosial

Oleh: Muhammad Syaid Agustiar
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Budi Luhur

PADA era informasi yang berlangsung sekarang ini dan ditunjang dengan perkembangan teknologi informasi maka siapa yang tidak terlibat dalam teknologi informasi, dapat dikatakan ketinggalan zaman. Oleh karena itu, mau tidak mau, mulai dari anak-anak, remaja dan dewasa harus bisa memahami teknologi informasi, seperti media sosial. Siapa pun bisa mendaftar untuk memiliki akun gratis tersebut.

Hasil penelitian yang dipublikasikan di http://wearesocial.sg (dalam Nasrullah, 2015), untuk Indonesia, data riset menunjukkan bahwa ada sekitar 15 persen penetrasi atau 38 juta lebih pengguna di internet.

Dari jumlah total jumlah penduduk, ada sekitar 62 juta orang yang terdaftar serta memiliki akun media sosial Facebook. Data riset tersebut menunjukkan bahwa rata-rata pengguna internet di Indonesia menghabiskan waktu hampir 3 jam untuk terkoneksi dan berselancar di media sosial. Sebagian besar dari pengguna tersebut mengakses media sosial melalui telepon genggam.

Sementara itu, dalam seminar Komunikasi di Era Millenial kerjasama antara Ikatan Sarjana Komunikasi (ISKI) DKI Jakarta dan Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi (ASPIKOM) Jabodetabek, Rabu (22/03/2017) di Universitas Budi Luhur, Jakarta. Dr. Mulharnetti Syas selaku ketua ASPIKOM berkata, “di era teknologi komunikasi dan informasi semua orang yang memiliki akun media sosial bisa mencari, men-share dan menyampaikan informasi atau konten baik dalam tulisan, gambar, suara dan video. Inilah yang disebut citizen journalism.”

Berbicara mengenai citizen journalism (jurnalis warga), sebenarnya sudah tercantum dalam UUD 1945, pasal 28F yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.

Akan tetapi, apakah dalam menyampaikan atau menyebarkan suatu konten kita sudah bijak dan beretika di media sosial? Kenyataannya sekarang ini banyak konten kasar, vulgar, saling mencela, fitnah, adu domba, pornografi, dan hoax mewarnai di media sosial.

Hemat saya, media sosial diibaratkan seperti pisau bermata dua. Ada sisi positif dan negatifnya tergantung dari pikiran penggunanya. Pepatah Inggris mengatakan “You are what you think”, kamu adalah apa yang kamu pikirkan. Pikiran inilah yang membedakan antara manusia dan hewan. Menurut Ubaedy (2007), “Essensi kemanusiaan seseorang itu bukan pada wujud fisiknya, melainkan pada pikirannya, dalam arti luas. Manusia berubah menjadi lebih binatang dari binatang karena pikirannya. Manusia juga bisa menjadi lebih malaikat dari malaikat karena pikirannya.”

Layaknya peribahasa, “apa yang kita tanam maka itulah yang kita tuai.” Artinya kalau kita menanam pikiran positif maka menghasilkan tindakan positif. Sebagai contoh, Jika pengguna media sosial berpikir negatif akan menghasilkan konten negatif. Sebaliknya, jka pengguna media sosial berpikir positif akan menghasilkan konten positif.

Sejalan dengan itu, agama islam selalu mengajarkan kepada umatnya untuk berpikir positif (husnudzon). Dengan berpikir positif seseorang bisa mencegah dirinya dari prasangka buruk.

Sebagaimana Allah SWT berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan jangan kalian mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Apakah salah seorang di antara kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?. Tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Bertakwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang,” (QS. Al-Hujuraat:12).

Seyogyanya, pengguna media sosial menerapkan pikiran positif dalam menyampaikan dan men-share suatu konten. Namun sayang, kenapa masih ada orang berpikir negatif dalam bermedia sosial ?. Karena di dalam diri mereka terdapat penyakit hati. 

Allah SWT berfirman “Di dalam hati mereka ada penyakit, maka Allah menambah penyakit tersebut, dan mereka akan mendapatkan siksa yang pedih akibat apa yang mereka dustakan,“ (QS. al-Baqarah: 10).

Oleh karena itu, agar kita terhindar dari penyakit hati, hendaklah memiliki hati yang terpuji. 

Sebagaimana Rasulullah SAW pernah ditanya: “Siapakah manusia yang paling utama ?’ Beliau menjawab, ‘Setiap orang yang hatinya terpuji dan lisannya jujur.’ Para sahabat berkata, ‘Lisan yang jujur kami sudah paham. Lantas apakah yang dimaksud dengan hati yang terpuji?’ Rasulullah menjawab, ‘Hati yang bertakwa dan bersih dari kesalahan, tiada dosa padanya, tiada kedurhakaan, tidak ghill (perasaan negatif terhadap orang lain) dan tidak pula dengki’,” (HR Ibnu Majah No.4216, lihat Shahih Ibu Majah 11/411 dan Al-Hadist Ash-Shahihah No. 948).

Semoga kita memiliki hati yang terpuji dalam bermedia sosial. Aamiin.
Baca selengkapnya

Friday, 10 March 2017

Daging Ini Halal untuk Kami, Tapi Haram untuk Tuan

Daging Ini Halal untuk Kami, Tapi Haram untuk Tuan

SEBUAH kisah dari Abu ‘Abdurrahman Abdullah ibn al Mubarak al Hanzhali al Marwazi, seorang ulama’ masyhur di Makkah yang menceriterakan riwayat ini.

Suatu ketika, setelah selesai menjalani ritual ibadah haji, ia beristirahat dan tertidur. Dalam tidurnya ia bermimpi melihat dua Malaikat yang turun dari langit, dan mendengar percakapan keduanya.

“Berapa orang yang datang tahun ini (untuk haji) ?” tanya satu malaikat kepada malaikat lainnya.

“Tujuh ratus ribu jama’ah” jawab Malaikat yang ditanya.

“Berapa banyak dari mereka yang diterima ibadah hajinya ?”

“Tidak satupun”

Percakapan itu membuat sang Abdullah al Mubarak bergemetar.

“Apa ?” ia menangis dalam mimpinya. “Semua orang – orang ini telah datang dari belahan bumi yang jauh, dengan kesulitan yang besar dan keletihan di sepanjang perjalanan, berkelana menyusuri padang pasir yang luas, dan semua usaha mereka menjadi sia – sia ?”

Sambil gemetar, ia melanjutkan mendengar percakapan kedua malaikat itu.

“Namun ada seseorang, yang meskipun tidak datang menunaikan ibadah haji, akan tetapi ibadah hajinya diterima dan seluruh dosanya telah diampuni. Berkat dia seluruh ibadah haji mereka diterima oleh Allah”

“Kenapa bisa begitu ?”

“Itu kehendak Allah”

“Siapa orang tersebut ?”

“Sa’id ibn Muhafah tukang sol sepatu di Kota Dimasyq (Damaskus)”

Mendengar ucapan itu, Abdullah al Mubarak itupun langsung terbangun dari tidurnya. Sepulang haji, ia tak langsung pulang menuju rumah, akan tetapi langsung menuju kota Damaskus, Syiria. Hatinya bergetar dan bertanya – tanya.

Sesampai disana, ia langsung mencari sang tukang sol yang disebut Malaikat dalam mimpinya. Hampir semua tukang sol sepatu ia tanya, apakah ada tukang sol sepatu yang bernama Sa’id ibn Muhafah.

“Ada, di tepi kota” jawab salah seorang tukang sol sepatu sambil menunjuk arahnya.

Sampai disana ia mendapati seorang tukang sol sepatu yang berpakaian amat lusuh, “Benarkah anda bernama Sa’id ibn Muhafah ?” tanya ibn al Mubarak.

“Betul, siapakah tuan ?”

“Aku Abdullah ibn al Mubarak”

Sa’id pun terharu, “Tuan adalah Ulama’ terkenal, ada apa gerangan mendatangi saya ?”

Sejenak, Ulama’ itupun kebingungan, darimana ia akan memulai pertanyaanya. Akhirnya iapun menceritakan perihal mimpinya.

“Saya hendak tahu, adakah sesuatu yang telah anda perbuat, sehingga anda berhak mendapatkan pahala haji mabrur, dan membuat mabrur ibadah haji para jama’ah yang lain ?”

“Wah saya sendiri tidak tahu”

“Coba ceritakan bagaimana kehidupan Anda selama ini”

Maka Sa’id ibn Muhafah pun bercerita, “Setiap tahun, setiap musim haji, aku selalu mendengar suara talbiyah : ‘Labbaika Allahumma labbaika. Labbaika laa syariika laka labbaika. Innal hamda wanni’mata laka wal mulka. laa syariika laka’ dan, setiap kali aku mendengar talbiyah itu, aku selalu menangis ‘ya Allah aku rindu Makkah. ya Allah aku merindu Ka’bah. Ijinkan aku datang, ijinkan aku datang ya Allah’ oleh karena itu, sejak puluhan tahun yang lalu. Setiap hari saya menyisihkan uang dari hasil kerja saya sebagai tukang sol sepatu. Sedikit demi sedikit saya kumpulkan, hingga akhirnya pada tahun ini, saya memiliki 350 dirham, cukup untuk saya berhaji, saya sudah siap berhaji”

“Tapi Anda batal berangkat haji”

“Benar”

“Apa yang terjadi ?”

“Ketika itu, Istri saya hamil, dan mengidam. Waktu saya hendak berangkat, saat itu dia ngidam berat”

“Suamiku, menciumkah engkau bau masakan yang nikmat ini ?”

“Iya, sayang”

“Cobalah kau cari, siapakah yang masak sehingga baunya begitu nikmat. Mintalah sedikit untukku”

“Ustadz, kemudian sayapun mencari sumber bau masakan itu. Ternyata berasal dari gubug yang hampir runtuh. Disitu ada seorang janda dan enam anaknya. Saya mengatakan kepadanya bahwa istri saya ingin masakan yang ia masak, meskipun sedikit. Janda itu diam saja memandang saya, sehingga saya mengulangi perkataan saya”

Akhirnya dengan perlahan ia mengatakan, “tidak boleh, Tuan”

“Dijual berapapun akan saya beli”

“Makanan itu tidak dijual, Tuan” katanya sambil berlinang mata.

“Kenapa ?”

Sambil menangis, janda itu menjawab, “Daging ini halal untuk kami dan haram untuk Tuan”

Dalam hati saya, “Bagaimana ada makanan yang halal untuk dia, tetapi haram untuk saya, padahal kita sama-sama muslim?” Karena itu saya mendesaknya lagi “Kenapa ?”

“Sudah beberapa hari ini kami tidak makan. Di rumah sama sekali tak ada makanan. Hari ini kami melihat keledai mati, lalu kami ambil sebagian dagingnya untuk kami masak, dan kami makan” Sesenggukan janda itu menjelaskan.

“Bagi kami daging ini adalah halal, karena andai kami tak memakannya kami akan mati kelaparan. Namun bagi Tuan, daging ini haram”

Mendengar ucapan tersebut, saya menangis, kemudian kembali pulang. Aku ceritakan perihal kejadian itu pada istriku, iapun menangis. Hingga akhirnya, kami memasak makanan dan mendatangi rumah janda tersebut.

“Ini masakan untukmu”

Uang peruntukan Haji sebesar 350 dirham pun saya berikan pada mereka. “Pakailah uang ini untukmu sekeluarga. Gunakanlah untuk usaha, agar engkau tidak kelaparan lagi”
Ya Allah … disinilah Hajiku
Ya Allah … disinilah Makkahku

Mendengar cerita tersebut, Abdullah al Mubarak pun tak bisa menahan air matanya. []

sumber : https://www.islampos.com/daging-ini-halal-untuk-kami-tapi-haram-untuk-tuan-19564/
Baca selengkapnya

Friday, 3 March 2017

Akhlak dan ilmu agama ? mana yang lebih penting ?

Akhlak dan ilmu agama ? mana yang lebih penting ?

AGAMA  sesoerang itu mencakup ilmu, akhlak dan amalnya. Orang yang mempunyai segudang ilmu agama, belum tentu mampu mengaplikasikan ilmunya dan berahlak setara dengan ilmunya.

Kenapa? Bukankah yang mempunyai ilmu agama yang banyak, bisa menjadi patokan seseorang untuk memilih.

Memang patokan utama memilih dan tidak ada tawar-menawar lagi adalah agama dan akhlak.

Tetapi jika bicara memilih jodoh, cenderung dan prioritas melihat  bagaimana akhlaknya sesama manusia dan makhluk lainnya, akhlak nan mulia, memudahkan orang lain, menjadi teman disaat susah, banyak orang yang senang dengan mulianya akhlaknya


Kenapa?


1.Karena akhlak adalah cerminan keimanan seseorang. Jika akhlaknya baik itulah cerminan imannya dan keikhlasannya, insyaAllah baik. Walaupun mungkin ilmu agamanya tidak banyak sekali

Sebagaimana hadits: “Mukmin yang paling sempurna Imannya adalah yang paling baik akhlaknya,” (HR At-Thirmidzi no 1162, As-Shahihah no 284).

2. Ilmu agama tinggi belum tentu imannya bagus.
(Tetapi harus husnudzan bahwa ilmu agama dengan niat yang ikhlas akan membawa kepada akhlak yang baik)

3. Di zaman sekarang ini, ilmu sangat mudah didapat. Atau “terlihat/terkesan” berilmu cukup mudah (apalagi di medsos)
ada google, modal copas, telpon minta fatwa dengan cepat.


Sehingga sekedar testimoni tentang “ilmu agamanya” saja kurang cukup. Maksudnya jangan terbuai dan terlena dahulu dengan testimoni ilmu agamanya

Ingat, dalam kehidupan rumah tangga nanti, kemuliaan akhlak sangat penting. Rumah tangga itu susah dan senang. Saat-saat senang dan aman, semua bisa jadi teman yang baik, tetapi belum tentu di saat susah

Bagaimama mencari info tentang akhlaknya?
1. Tanya kepada keluarga dan teman dekatnya yang sudah lama bergaul
Bukan dengan pacaran/ujicoba.

2.Tanyakan kepada teman-teman di daerah asalnya.
Karena seseorang itu bisa jadi berubah sikapnya di lingkungan baru atau perantauan.

3.Tanyakan kepada teman yang mungkin satu rumah,kontrakan atau satu kos dengannya
Karena “rumah adalah aurat” disitu kelemahan dan kekurangan terlihat.

Sedangkan dalam urusan jodoh. Nabi shallallaahu alaihi wa sallam memerintahkan harus memberikan informasi yang seimbang dan terbuka kelebihan dan kekurangannya.

Jika dia seorang aktifis atau ikut di organisasi tertentu anda bisa tanyakan beberapa teman kantor dan bosnya.

Karena organisasi terkadang komplek, rumit dan butuh “otak yang dingin” menyelesaikan dan menghadapi masalah. Itu bisa menjadi cerminan awal mengarungi bahtera rumah tangga

Tetapi ingat, jangan sampai kita su’udzan dengan mereka yang berilmu agama. Dalam masalah jodoh (apalagi bagi wanita) perlu cek dan ricek.

Kami menulis hal ini karena memang ada kejadiannya. Ternyata ilmu agama tidak sesuai dengan amalnya, akhlaknya tidak “segarang” dan “setenar” di medsos. []

Sumber: Muslimafiyah
Baca selengkapnya