Monday, 20 August 2012

Karakteristik Penghuni Surga

Karakteristik Penghuni Surga

Iyadh bin Himar Al-Mujasyi’i ia berkata, pada suatu hari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallamberkhutbah seraya bersabda,
“Penghuni surga itu ada tiga; pertama, penguasa yang adil, jujur, dan mendapat taufik, kedua, seorang yang penyayang dan perhatian kepada setiap kerabat, ketiga, seorang muslim yang suci, pandai menjaga diri, dan memiliki keluarga….” (HR. Muslim)
Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu ia berkata, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Macam-macam umat diperlibatkan keapdaku; aku melihat seorang Nabi beserta sekelompok orang pengikutnya, aku melihat seorang Nabi beserta seorang laki-laki pengikutnya, aku melihat seorang Nabi tanpa ditemani seorang pengiku pun, kemudian diperlihatkan kepadaku sekelompok orang dengan jumlah yang amat banyak, maka aku berakta, ‘Ini adalah umatku.’ Kemudian dikatakan, ‘Ini adalah Musa dan umatnya. Tapi, lihatlah ke atas.’ Seketika terlihat sekelompok umat dengan jumlah yang amat banyak. Kemudian dikatakan, ‘Lihatlah ke arah yang lain.’ Seketika terlihat sekelompok umat dengan jumlah yang amat banyak. Kemudian dikatakan, ‘Ini adalah umatmu.’ Bersama mereka 70.000 orang masuk ke dalam surga tanpa melalui prosesi hisab dan siksa.” Kemudian Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam berdiri, lalu masuk, lalu para shahabat berbicara panjang lebar tentang sabda Nabi tadi. Kemudian mereka berkata, ‘Siapakah mereka yang masuk surga tanpa melalui prosesi hisab dan siksa?’ Sebagian mereka berkata, ‘Barangkali mereka yang menyertai Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam.’ Sebagian yang lain berkata, ‘Barangkali mereka yang dilahirkan dalam keadaan Islam, dia tidak pernah menyekutukan Allah.’ Mereka menyebutkan banyak hal. Kemudian Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam keluar kembali (dari kamar beliau) menemui mereka, lalu beliau berkata, ‘Apa yang kalian perbincangkan?’ Mereka pun memberitahukan kepada beliau tentang apa yang mereka perbincangkan antarmereka. Lalu beliau bersabda, ‘Mereka adalah orang-orang yang tidak berobat dengan menggunakan kayy, tidak minta diruqyah (ruqyah yang tidak syar’i), tidak bertathayyur (pesimis karena melihat pertanda buruk), dan hanya kepada Allah mereka bertawakkal.’ Kemudian ‘Ukkasyah bin Mihshan Al-Asadi berdiri seraya berkata, ‘Apakah saya termasuk bagian dari mereka, wahai Rasulullah?’ Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. ‘Kamu adalah termasuk bagian dari mereka!’ Lalu sebagian shahabat yang lain (Sa’ad bin ‘Ubadah) berkata, ‘Apakah saya bagian dari mereka, wahai Rasulullah?’ Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Kamu telah didahului oleh Ukkasyah’.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Berkaitan dengan maksud tawakkal di dalam hadis di atas, Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
“Tawakkal adalah kondisi hati yang timbul atas pengetahuannya terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, percaya bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala sendirian dalam mencipta, mengatur, menghilangkan madharat, mendatangkan manfaat, memberi, memboikot pemberian, dan apa yang Dia kehendaki bisa terwujud meskipun manusia tidak menghendakinya, sedangkan apa yang tidak dikehendaki-Nya tidak terwujud meskipun manusia menghendakinya. Dengan begitu, ia bersandar sepenuhnya kepada AllahSubhanahu wa Ta’ala, menyerahkan segala hal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, merasa tenang bersama-Nya, percaya sepenuhnya kepada-Nya, yakin bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mencukupinya berdasarkan rasa dan sikap tawakkal kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala yang memenuhi kebutuhan orang yang tawakkal itu, tidak ada sesuatu yang terjadi di luar kehendak-Nya, baik manusia menginginkannya maupun menolaknya. Kondisi orang yang tawakkal itu seperti kondisi anak kecil di hadapan kedua orang tuanya, dalam perihal sesuatu yang ia niatkan, baik motivasi atau larnagan, maka kedua orang tua itu menanggung sepenuhnya. Perhatikanlah hati anak itu tidak pernah terbesit untuk bersandar kepada selain kedua orang tuanya, dan menahan hasratnya untuk menyampaikan apa yang ia niatkan kepada kedua orang tuanya. Begitu juga kondisi orang yang tawakkal. Barangispa yang memiliki sikap seperti iu dalam berinteraksi dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala pasti mencukupinya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (Ath-Thalaaq: 3)
Dari Sahal bin Sa’ad ia berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang menjamin (menajga) lisan dan kemaluannya, maka aku menjaminnya untuk masuk jannah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang oleh Allah dijaga dari kejelekan lisan dan kemaluannya, maka ia akan masuk jannah’.”
Dari Mu’adz bin Jabal ia berkata,
“Aku pernah bersama Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan. Pada suatu pagi aku berada di dekat Nabi, sementara kami sedang berjalan kaki, lalu aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, beritahulah saya tentang pekerjaan yang bisa memasukkan saya ke surga dan menjauhkan saya dari neraka.’ Beliau bersabda, ‘Kamu telah bertanya kepadaku tentang sesuatu yang agung. Sungguh sedikit orang yang dimudahkan oleh Allah untuk bertanya tentang hal itu. (Amal itu adalah) kamu menyembah Allah tanpa menyekutukan-Nya dengan apa pun, melaksanakan shalat menunaikan zakat, shiyam pada bulan Ramadhan, berhaji ke Baitullah.’ Kemudian beliau bersabda, ‘Maukah kamu jika aku memberitahumu tentang pintu-pintu kebaikan? Shiyam itu adalah perisai, sedangkan sedekah dapat menghapus dosa, sebagaimana air dapat memadamkan api, serta shalat seseorang pada kesunyian malam (qiyamul lail).’ Kemudian beliau membaca firman Allah Ta’ala, “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa kepada Rabbnya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.’ (QS. As-Sajdah: 16-17). Beliau kemudian bersabda, “Maukah kamu jika aku memberitahumu tentang penghulu segala sesuatu, tiang segala sesuatu, dan puncak segala sesuatu?’ Aku berkata, ‘Dengan senang hati, wahai Rasulullah.’ “Pokok segala urusan adalah Islam, pilarnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad.” Beliau bersabda, ‘Maukah kamu jika aku memberitahumu raja dari seluruh itu?’ Aku berkata, ‘Dengan senang hati, wahai Nabi Allah.’ Kemudian Rasulullah memegang mulut Mua’adz seraya bersabda, ‘Jagalah (tahanlah) mulutmu seperti ini.’ Aku berkata, ‘Wahai Nabi Allah, apakah kami akan disiksa karena kata-kata yang kami ucapkan?’ Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ibumu merasa kehilangan kamu, (celakalah) wahai Mu’adz. Tidaklah manusia dicebloskan ke dalam neraka dengan diseret di atas wajah atau dahinya kecuali disebabkan oleh kata-kata yang diucapkan oleh mulut mereka’.”
Sumber : Belaian Bidadari di Alam Mimpi, Syaikh ‘Isham Hasanain, Pustaka At-Tibyan, Cetakan 1 2008
Baca selengkapnya
Dakwah Para Nabi Kepada Kaumnya

Dakwah Para Nabi Kepada Kaumnya

Assalamu'alaikum Warahmatullaah Wabarokatuh,
Taqabbalallaahu minna wa minkum yaa ikhwati fillaah. Happy 'Ied Mubarok :)). semoga artikel ini bisa bermanfaat untuk kita semua, aamiin #bow

Al haq (Allah) Yang Maha Mulia sebutan-Nya berfirman dalam ayat-Nya yang muhkam :
قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah : inilah (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikuti mengajak (kamu) kepada allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik” (Yusuf : 108)
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada allah, mengerjakan amal shaleh dan berkata : “sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?” (Fushislat:33)”
Maka ketahuilah wahai kaum muslimin, semoga allah Subhanahuwata’ala memberi kita hidayah kepada semua urusan kita yang lurus. Bahwa perkara yang allah perintahkan Rasul-Nya Sholollohu’alaihiwassalam mendakwahkanya, dan ummatnya termasuk. Di dalamnya mempunyai dua landasan utama, yang tidak mungkin lepas salah satu dari yang lainya. Kedua landasan itu adalah ;

  1. Perintah beribadah hanya kepada allah satu-satunya. Tidak ada sekutu bagi-Nya dan dorongan terhadap hal ini serta mempunyai sikap wala’ yang di dasari oleh perkara ini, sekaligus menyatakan kafir orang-orang yang meninggalkan perkara ini.
  2. Peringatan tentang bahaya syirik dalam beribadah kepada allah. Tegas dalam perkara ini dan menunjukan sikap permusuhan yang di dasari kebencian terhadap masalah (syirik) ini serta menyertakan kafirnya orang-orang yang melakukanya
Asy Syaikh ‘Ubaid Bin Abdillah bin Sulaiman Al Jabiri menegaskan :
“inilah islam yang pengertiannya berserah diri kepada allah dengan tauhid dan tunduk kepada-Nya melalui ketaatan dan albara-ah (menunjukan sikap benci dan antipati) terhadap syirik dan para penganutnya. Inilah yang di bawa oleh para nabi dan Rasul yang diutus oleh allah sejak pertama, Nabi Nuh hingga ditutup oleh nabi Muhammad Sholollohu’alahiwassalam.”
 Allah berfirman :
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“dan sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap ummat (untuk menyerukan) “sembahlah allah (saja) dna jauhilah Thaghut itu “ (An Nahl:36) “
Dan firman allah
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan kami wahyuklan kepadanya : “bahwasannya tidak ada sesembahan (yang haq) melainkan aku, maka sembahlah aku olehmu sekalian” (Al Anbiya : 25)”.
Allah berfirman dengan mengisahkan kepada kita tentang Nabi Nuh, Huud, Shaleh, Syu’aib dan orang pilihan yang paling baik Shalawatullahi wa salamuhu ‘alaihim, ketika berdakwah kepada kaumnya masing-masing :
يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ
“wahai kaum sembahlan allah, sekali-kali tak ada tuhan bagimu selainnya “ (Al Araf : 59 )
Firman allah
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ
“dan rabbmu telah memerintahkan supaya kamu janngan menyembah selain dia “ (Al Isra’ : 23)
Ayat-ayat dalam masalah ini sangat banyak, maka siapa yang yang mau memperhatikan dan mempelajari Al Qur’anul Karim niscaya akan menemukan kejelasan. Kemudian dalam sunnah nabawiyah yang mutawatir, juga menguatkan apa yang di paparkan dalam ayat Al Qur’anul Karim ini, yaitu tentang kesesuaian dakwah para Rasul di atas prinsip pokok agama yang asasnya adalah perintah untuk bertauhid dan memurnikan (mengikhhaskan) agama (amalan atau ibadah) hanya untuk allah serta larangan dari kesyirikan yang merupakan pembatal semua amalan
Wassalamu'alaikum Warahmatullaah Wabarokatuh

(Dikutip dari buku “Manhaj Dakwah Salafiyah penerbit Pustaka Al Haura’)
Baca selengkapnya

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1433 H

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Segenap pengurus, staf, dan anggota ROHIS SMA Negeri Banyumas mengucapkan Taqobbalallahu minna wa minkum, siyamana wa siyamakum. Minal aidin wal faizin. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1433 H. Mohon maaf apabila selama ini kami memiliki banyak kesalahan baik ucapan, maupun tingkah laku yang murang berkenan.
Bulan Ramadhan telah berlalu, kini tiba bulan baru, bulan penuh yang penuh maaf dan ampunan baik dari Allah maupun dari sesama manusia. Kita semua bersaudara, maka jagalah persaudaraan ini dengan saling memaafkan satu sama lain. Tidak masuk surga orang yang memutus tali silaturahmi.
Pergunakan saat-saat fitri ini untuk saling memaafkan sesama manusia, kembali ke fitri dan raihlah kebahagiaan haqiqi. Sesungguhnya Allah maha pemaaf dan maha penerima taubat. Bertaubatlah kamu kepada-Nya, menyesalah kamu atas segala kesalahan dan dosa yang kamu perbuat dan berjanjilah tidak akan mengulanginya lagi. 
Akhirul kalam, wabillahi taufiq wal hidayah,
Wassalamu'alaikum Wr. Wb. 
Baca selengkapnya

Keutamaan Shalat Fajar Melebihi Dunia Seisinya

Dunia ini isinya luar biasa. Apa yang ada dipermukaan dunia ini kekayaannya begitu luar biasa. Belum lagi yang terdapat didalam tanah. Ada emasnya, ada tembaganya, ada peraknya, ada intan berharga, yang dilaut juga, yang di udara juga banyak sekali.
Bahkan Allah Maha kaya. Kita di dunia ini terkagum-kagum dengan seseorang konglomerat yang kekayaannya triliyunan. Terkagum-kagum kepada orang yang punya mobil sampai seribu misalnya, punya rumah jutaan dimana-mana, punya hotel dimana-mana, orang punya emas sampai satu ton. Tapi sekaya-kayanya manusia didunia ini bila dibandingkan dengan kekayaan Allah swt tidak adaapa-apanya.
Orang yang melakukan shalat sunnah fajar yang hanya dua rokaat itu, Allah akan berikan balasan lebih banyak, lebih baik dari pada dunia ini dan sekaligus seisinya. Maka Rasulullah saw tidak pernah meninggalkan shalat sunnah fajar ini. Allah akan memberikan balasan yang banyaknya tidak bisa diukur dengan kekayaan Allah yang ada di bumi yang kita lihat ini.
Rasulullah lebih menyukai Shalat sunnah dari pada dunia semuanya. Bahkan didalam hadisnya yang lain dinyatakan; shalat fajar dua rokat itu nilainya yang akan Allah berikan kepada orang yang melakukannya ini lebih banyak, lebih baik daripada dunia dan seisinya.
Telah kita ketahui, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selalu menyempatkan diri melaksanakan shalat dua rakat sebelum shalat subuh berjamaah bersama para sahabat. Dan dalam mengerjakan shalat fajar, Nabi selalu meringankannya. Tentu saja jika shalatnya ringan atau cepat, ayat atau surat yang dibaca pun pasti pendek. Dalam hadist yang di riwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anha disebutkan,
“Aku mengamati Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selama sebulan, beliau membaca dalam dua rakaat sebelum fajar : Qul ya ayyuhal kaafirun dan Qul huwallaahu Ahad.” (HR. At-Tirmidzi, dia berkata bahwa ini adalah hadist hasan) (27)
Dalam hadist di atas dijelaskan bahwa Rasulullah membaca surat Al-Kafirun dan Al-Ikhlas dalam shalat fajarnya. Sesuai dengan urutan surat-surat Al-Qur’an dan bunyi hadist, surat Al-Kafirun beliau baca pada rakaat pertama. Sedangkan surat Al-Ikhlas dibaca pada rakaat kedua.
Dua surat ini termasuk dalam jajaran surat-surat yang pendek dan termasuk dalam golongan surat-surat Makkiyyah, yakni surat-surat yang diturunkan di Makkah sebelum beliau hijrah ke Madinnah.
Dalam hadist lain riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu disebutkan,
“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam membaca dalam dua rakaat fajar: Qul Yaa Ayyuhal dan Qul huwallaahu Ahad.” (HR. Muslim) (28)
Surah Al Kafirun agar kita berbeda jalan dengan orang-orang kafir, shalat sebagai pengingat terlebih fajar dimana saat memulai hari, kita diingatkan untuk memurnikan Agama, bersih dari ikut-ikutan orang kafir, semisal valentin, bergaya pacaran, dan semua yang didalam Agama Islam telah diatur jangan sampai menyimpang, membuat sendiri dalam aturan, inilah pembeda antara kafir dan beriman.
Surah Al Ikhlas agar kita menyatukan tujuan hidup yang sebenarnya adalah Allah, kesemuanya kita gantungkan diri kepada Allahusshomad, dan Allah lebih mulia dan berkuasa diatas semua ciptaan-Nya dan tidak ada yang sebanding dengan Allah, baik kekayaan, rizki dsb, diharapkan kepada amaliah kita sehari-hari agar mengharap hanya kepada pertolongan Allah semata. Dan kita akan memasrahkan kepada setiap perintah dan larangan-Nya untuk tunduk lahir dan bathin, tanpa menyamainya dengan siapapun
Shalat keberhasilannya adalah mereka para Shahabat Rosulullah SAW dalam tingkat umat Islam, dimana mereka menjalankan Islam tanpa bantahan, tanpa meremehkan, meyakini semua janji Allah SWT, karena itu mereka hidup bersama dengan Islam, Islam dijadikan sebagai Dien yang hakiki, bukan perkataan Agama yang berbeda pengertian. Dienul Islam ialah Pegangan kita dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dalam rangka penyembahan kita kepada Allah SWT yang memberikan kita amanah kehidupan dimuka bumi.
Sandaran diatas, akan menguatkan niat dan memberi kita peringatan kepada hakikat kita diciptakan, dan memulai harian kita dengan komitmen dan rahmat dari Allah SWT
Ayat Lain yang Dibaca Nabi dalam Shalat Sunnah Fajar
Dalam dua rakaat fajarnya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak hanya membaca surat Al-Kafirun dan Al-Ikhlas. Namun beliau juga membaca ayat lain, yakni ayat ke 136 dari surat Al-Baqarah dan ayat ke 52 atau 64 dari surat Ali Imran. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma,
“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam membaca pada rakaat pertama dari dua rakaat fajar : Quuluu aamannaa billaahi wamaa uunzila ilayna, satu ayat yang terdapat dalam surat Al-Baqarah. Dan pada rakaat kedua, beliau membaca : Aamannaa billaahi wasyhad bi annaa muslimuun.” Dalam riwayat yang lain, “Dan beliau membaca satu ayat yang terdapat dalai surat Ali Imran pada rakaat kedua: Ta’aalaw ilaa kalimatin sawaa’in baynanaa wa baynakum.” (keduanya diriwayatkan Imam Muslim)
Baca selengkapnya

Tuesday, 14 August 2012

Malam Genap, Bisa Lailatul Qadr

Lailatul qadr adalah malam yang berpindah-pindah waktunya setiap tahun. Boleh jadi pada tahun kemarin terjadi pada malam ke-21 Ramadhan, lalu tahun ini terjadi pada malam ke-22, dan tahun mendatang pada malam ke-23, dan sebagainya. Hadits Abu Sa'id Al-Khudri riwayat Muslim mengisahkan lailatul qadar terjadi pada malam ke-21. Hadits Abdullah bin Unais Al-Juhani riwayat Muslim mengisahkan lailatul qadar terjadi pada malam ke-23. 

"Hadits Ibnu Abbas riwayat Ahmad, Al-Baihaqi, dan lain-lain mengisahkan lailatul qadar terjadi pada malam ke-24. Dan seterusnya. Pendapat berpindah-pindahnya lailatul qadar pada setiap tahun dipegangi oleh imam Malik bin Anas, Sufyan Ats-Tsauri, Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Rahawaih, Abu Tsaur. Pendapat ini juga diikuti oleh para ulama madzhab Hanafi dan sebagian ulama madzhab Syafii." (Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 4/313 dan Al-Majmu Syarh Al-Muhadzab, 6/459)

Lailatul qadar bisa terjadi pada malam genap maupun malam ganjil, karena bulan Ramadhan terkadang dua puluh Sembilan hari dan terkadang tiga puluh hari. 

Nabi SAW bersabda,

"Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, yaitu pada Sembilan malam yang terakhir, atau tujuh malam yang terakhir, atau lima malam yang terakhir" (HR. Bukhari no. 2021, Abu Daud no. 1173, dan Ahmad no. 1948) (BJ;UstGrup)

Hadits ini menunjukkan bahwa lailatul qadar bisa terjadi pada malam genap maupun malam ganjil, karena bulan Ramadhan terkadang dua puluh Sembilan hari dan terkadang tiga puluh hari.

Pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, kita dianjurkan untuk giat berdoa, dzikir, istighfar, shalat tarawih dan witir, tadarus Al-Quran, sedekah, dan amal kebajikan lainnya. Semua doa yang berasal dari Al-Qur'an dan hadits shahih layak untuk dibaca.
Baca selengkapnya
( RAMADHAN ) Hikmah Keikhlasan Bathin

( RAMADHAN ) Hikmah Keikhlasan Bathin

Puasa harus dilakukan dengan niat ikhlas untuk mengharap wajah Allah. Sedangkan nikmat kesehatan, itu hanyalah hikmah ikutan saja dari melakukan puasa, dan bukan tujuan utama yang dicari-cari. Jika seseorang berniat ikhlas dalam puasanya, niscaya nikmat dunia akan datang dengan sendirinya tanpa dia cari-cari. Ingatlah selalu nasehat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai akhirat, maka Allah akan memberikan kecukupan dalam hatinya, Dia akan menyatukan keinginannya yang tercerai berai, dunia pun akan dia peroleh dan tunduk hina padanya. Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai dunia, maka Allah akan menjadikan dia tidak pernah merasa cukup, akan mencerai beraikan keinginannya, dunia pun tidak dia peroleh kecuali yang telah ditetapkan baginya.” (HR. Tirmidzi no. 2465.Shahih Tuhfatul Ahwadzi, 7/139)

Hikmah puasa yang biasa sering dibicarakan sebagian kalangan bahwa puasa dapat menyehatkan badan seperti dapat menurunkan bobot tubuh, mengurangi resiko stroke, menurunkan tekanan darah, dan mengurangi resiko diabetes maka itu semua adalah hikmah ikutan saja dan bukan hikmah utama. 

Sehingga hendaklah seseorang meniatkan puasanya untuk mendapatkan hikmah syar’i terlebih dahulu dan janganlah dia berpuasa hanya untuk mengharapkan nikmat sehat semata. 

Karena jika niat puasanya hanya untuk mencapai kenikmatan dan kemaslahan duniawi, maka pahala melimpah di sisi Allah akan sirna walaupun dia akan mendapatkan nikmat dunia atau nikmat sehat yang dia cari-cari.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.” (QS. Asy Syuraa: 20) 

Mufasir dikalangan Shahabat yaitu Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Barangsiapa yang melakukan amalan puasa, amalan shalat atau amalan shalat malam namun hanya ingin mengharapkan dunia, maka balasan dari Allah: “Allah akan memberikan baginya dunia yang dia cari-cari. Namun amalannya akan sia-sia (lenyap) di akhirat. 

Di antara hikmah sejati meninggalkan syahwat dan kesenangan dunia ketika berpuasa adalah:

Pertama, dapat mengendalikan jiwa. Rasa kenyang karena banyak makan dan minum, kepuasan ketika berhubungan dengan istri, itu semua biasanya akan membuat seseorang lupa diri, kufur terhadap nikmat, dan menjadi lalai. Sehingga dengan berpuasa, jiwa pun akan lebih dikendalikan.

Kedua, hati akan menjadi sibuk memikirkan hal-hal baik dan sibuk mengingat Allah. Apabila seseorang terlalu tersibukkan dengan kesenangan duniawi dan terbuai dengan makanan yang dia lahap, hati pun akan menjadi lalai dari memikirkan hal-hal yang baik dan lalai dari mengingat Allah. 

Oleh karena itu, apabila hati tidak tersibukkan dengan kesenangan duniawi, juga tidak disibukkan dengan makan dan minum ketika berpuasa, hati pun akan bercahaya, akan semakin lembut, hati pun tidak mengeras dan akan semakin mudah untuk tafakkur (merenung) serta berdzikir pada Allah.

Ketiga, dengan menahan diri dari berbagai kesenangan duniawi, orang yang berkecukupan akan semakin tahu bahwa dirinya telah diberikan nikmat begitu banyak dibanding orang-orang fakir, miskin dan yatim piatu yang sering merasakan rasa lapar. Dalam rangka mensyukuri nikmat ini, orang-orang kaya pun gemar berbagi dengan mereka yang tidak mampu.

Keempat, dengan berpuasa akan mempersempit jalannya darah. Sedangkan setan berada pada jalan darahnya manusia. 
Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 

“Sesungguhnya setan mengalir dalam diri manusia pada tempat mengalirnya darah.” (HR. Bukhari no. 7171 dan Muslim no. 2174).

Jadi puasa dapat menenangkan setan yang seringkali memberikan was-was. Puasa pun dapat menekan syahwat dan rasa marah. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan puasa sebagai salah satu obat mujarab bagi orang yang memiliki keinginan untuk menikah namun belum kesampaian. (Disarikan dari Latho’if Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 276-277, Al Maktab Al Islamiy, cetakan pertama, 1428 H)keuntungan dunia. Di akhirat, mereka juga akan termasuk orang-orang yang merugi”.” (Periksa Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 4/311, Dar Thoyibah, cetakan kedua 1420 H)

Sumber : Yusuf Mansur Network 
Baca selengkapnya